masukkan script iklan disini
Puisi-puisi Wiji Tukhul sangat melekat terutama di kalangan aktivis gerakan pro-demokrasi yang senantiasa digemakan dalam berbagai aksi untuk membangun semangat.
"Hanya ada satu kata: Lawan!" menjadi peluru perlawanan yang sering disuarakan. Kata-kata itu terus bergerak menembus zaman untuk menentang ketidakadilan. Kalimat sakti yang mampu membuat jiwa bergelora itu merupakan racikan kata-kata yang berasal dari buah pikir Wiji Thukul.
Puisinya kebanyakan memaparkan ketidakadilan dan penindasan yang mampu menggetarkan dan membangkitkan semangat untuk melawan kesewenang-wenangan pemerintah saat itu.
Berikut dibawah ini kumpulan sedikit Puisi Wiji Thukul
PERINGATAN
Jika rakyat pergi,
Ketika penguasa pidato,
Kita harus hati-hati,
Barangkali mereka putus asa.
Kalau rakyat bersembunyi,
Dan berbisik-bisik,
Ketika membicarakan masalahnya sendiri,
Penguasa harus waspada dan belajar mendengar.
Bila rakyat berani mengeluh,
Itu artinya sudah gawat,
Dan bila omongan penguasa,
Tidak boleh dibantah,
Kebenaran pasti terancam.
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang,
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan,
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan,
Maka hanya ada satu kata: LAWAN !!!
(Wiji Thukul, 1986)
SAJAK SUARA
Sesungguhnya suara itu tak bisa diredam,
Mulut bisa dibungkam.
Namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang,
dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku.
Suara-suara itu tak bisa dipenjarakan,
di sana bersemayam kemerdekaan.
Apabila engkau memaksa diam
Aku siapkan untukmu : Pemberontakan!
Sesungguhnya suara itu bukan perampok.
yang merayakan hartamu,
ia ingin bicara,
Mengapa kau kokang senjata ?
dan gemetar ketika suara-suara itu,
menuntut keadilan?
AKU MASIH UTUH DAN KATA-KATA BELUM BINASA
Aku bukan artis pembuat berita,
Tapi aku memang selalu kabar buruk buat penguasa.
Puisiku bukan puisi,
Tapi kata-kata gelap,
Yang berkeringat dan berdesakan mencari jalan.
Ia tak mati-mati, meski bola mataku diganti,
Ia tak mati-mati, meski bercerai dengan rumah ditusuk-tusuk sepi,
Ia tak mati-mati, telah kubayar yang dia minta,
Umur, Tenaga, Luka.
Kata-kata itu selalu menagih,
Padaku ia selalu berkata, kau masih hidup.
Aku memang masih utuh,
dan KATA KATA KU BELUM BINASA.
(Wiji Thukul.18 juni 1997)
Demikian sedikit puisi wiji thukul yang pada saat itu ditujukan untuk mengkritik pemerintah.
Semoga memberikan manfaat untuk kita semua.
Semoga kita ingat dengan sejarah sejarah Indonesia lainnya.
"Kebenaran akan terus hidup
Sekalipun kau lenyapkan kebenaran takkan mati"
Sekian Terima kasih
No comments:
Post a Comment